Selasa, 21 Juli 2009

Membesarkan Valentine

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, raya artinya besar. Secara otomatis, kata yang disandingkan dengan kata raya, entah itu diletakkan di depan atau di belakang, akan ikut menjadi besar. Jalan raya berarti jalan yang besar, hari raya itu hari yang besar, panen raya artinya panen yang besar, dan kebun raya adalah kebun yang berukuran besar. Anehnya, orang yang kaya raya tidak selalu badannya besar. Meskipun kebanyakan memang begitu.

Sementara itu, imbuhan me-kan memiliki fungsi memberi arti menjadi pada kata yang diapitnya, terutama bila kata itu adalah kata benda atau kata sifat. Memadukan berarti menjadikan padu, menjelekkan artinya menjadikan jelek, melancarkan adalah menjadikan lancar, dan tentu saja, menjadikan sendiri berarti menjadikan jadi (lho??).
Kata raya yang diberi imbuhan me-kan, akan menghasilkan bunyi merayakan. Artinya, sudah barang tentu adalah menjadikan raya, menjadikan besar.

Kata orang, hari ini hari valentine. Orang yang merayakan hari valentine, berarti menjadikan hari ini sebagai hari raya, hari yang besar, hari yang spesial, yang lain dari biasanya. Cara orang menjadikan hari valentine sebagai hari raya pasti berupa-rupa, tergantung orang itu ingin hari valentine yang sebesar apa. Mungkin cuma dengan bertanya,”Eh, lu valentinan gak?” sambil minum kopi di warteg pinggir kali. Bisa juga beli bunga atau ngeborong coklat. Atau ada juga yang bikin makan malam dengan menu cahaya lilin (candle light dinner??). Semuanya sama-sama merayakan, tergantung akan seraya apa valentine itu dalam desain pikiran masing-masing.

Menjadikan suatu hari sebagai hari raya agak sulit, karena sampai sekarang belum ada parameter yang jelas kapan suatu hari itu disebut lebih raya daripada hari biasa. Tidak seperti pembesaran limpa yang standarnya adalah titik schuffner, pembesaran hati yang patokannya arcus costae, atau lingkar kepala anak yang bandingannya adalah lingkar dada kalau anak itu sudah berumur lebih dari dua tahun.
Kalau misalkan hanya dengan memperlakukan suatu hari sedikit saja lebih spesial dari hari biasa maka kita dikatakan merayakan hari tersebut, maka perkaranya bisa runyam. Pasalnya, MUI dan ulama bisa mendapat murka Allah Swt, karena tidak melakukan apa yang mereka katakan.

Setiap tahun, sampai tahun ini, MUI dan seluruh ulama berbondong-bondong merilis anjuran, malah ada yang berupa fatwa, untuk tidak merayakan valentine. Padahal, tidak setiap hari mereka merilis fatwa model begini. Artinya, dengan melarang umat merayakan valentine secara khusus setiap mendekati tanggal 14 Februari, para ulama sebenarnya telah merayakan valentine, karena telah menjadikan valentine ini perkara besar, perkara yang spesial. Kalau para ulama ingin memberikan teladan dan mengajak orang untuk tidak merayakan valentine, cara yang termudah sejatinya adalah tidak berkata apa-apa. Cuek bebek saja, tak acuhkan saja hari itu. Atau, yang dirayakan justru hari Sabtunya. Karena dengan begitu, Sabtu akan lebih raya dari valentine, dan valentine akan lebih kecil dari Sabtu, tidak jadi raya. Toh, buat saya pribadi, Sabtu juga lebih penting dari valentine. Karena tiap Sabtu saya bisa tidur seharian, tapi tidak begitu halnya dengan tiap valentine.

Nah, permasalahannya sekarang, yang repot juga adalah saya. Karena saya juga kepingin menganjurkan orang untuk tidak merayakan valentine. Gawatnya, kalau saya nulis begitu, otomatis tiap Sabtu saya harus nulis kayak begini, biar orang tidak menyangka saya nulis begini pas hari valentine saja. Susah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar